Masyarakat saat memilih daging untuk dibeli sebagai tradisi meugang di Sabang
Bulan suci Ramadan kembali menyapa umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali di Sabang. Lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, Ramadan menjadi momentum penting untuk memperbaiki diri, membersihkan hati, dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Hal inilah yang menjadi penekanan Pejabat Wali Kota Sabang, Andre Nourman, dalam pesannya menyambut Ramadan 1446 Hijriah. Ia mengajak seluruh masyarakat Sabang untuk tidak menyia-nyiakan bulan penuh berkah ini hanya dengan rutinitas ibadah lahiriah, melainkan menjadikannya sebagai ajang transformasi spiritual yang utuh.
“Ramadan bukan hanya tentang lapar dan haus. Ini adalah bulan perenungan, bulan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan momentum memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang bertakwa,” ujar Andre Nourman dalam keterangannya.
Suasana di pasar pagi Sabang minat konsumen bertambah menjelang puasa
Dalam Islam, puasa adalah ibadah yang sangat istimewa. Allah SWT sendiri yang akan memberikan balasan langsung kepada orang-orang yang melaksanakannya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Namun, Andre mengingatkan bahwa puasa yang hanya dilakukan sebatas formalitas tanpa perubahan sikap dan perilaku bisa menjadi sia-sia.
“Kalau puasanya tidak melahirkan ketakwaan, berarti itu hanya puasa lahiriah,” ungkapnya.
Ia menyinggung hadist Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa banyak orang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus. Pesan ini menjadi tamparan halus agar Ramadan tidak dijalani secara mekanis tanpa pemaknaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia kerap terjebak dalam rutinitas dan pengaruh luar yang perlahan mengaburkan jati dirinya. Ramadan, kata Andre, adalah momen tepat untuk kembali mengenali siapa kita sebenarnya dan mengendalikan hawa nafsu yang sering menyesatkan.
“Banyak orang bertanya, bagaimana menjadi diri sendiri saat berada dalam kegelisahan dan kecemasan, ketika tak tahu ke mana arah hidup,” tuturnya.
Dalam suasana Ramadan yang penuh rahmat, setiap Muslim diajak untuk merenungi perjalanan hidup, menyaring kembali niat-niat yang ada dalam hati, dan belajar mengendalikan ego serta emosi.
Masyarakat yang berada diluar daerah kembali ke Sabang sebagai tradisi menyambut puasa
Tak ada manusia yang sempurna. Semua orang pernah berbuat salah—baik yang disadari maupun tidak. Dari kesalahan itulah manusia belajar, dan menurut Andre, justru kesadaran akan kesalahan menjadi titik awal perubahan menuju kebaikan.
“Kalau kita menyadari kesalahan atas perbuatan kita, itu adalah langkah awal menuju perbaikan hidup,” ucapnya.
Ia memberikan contoh dari hal-hal kecil seperti menjatuhkan barang milik orang lain secara tidak sengaja, hingga kesalahan besar seperti menggibah. Menyadari dan menyesali kesalahan adalah bentuk dari kerendahan hati yang sangat dihargai dalam Islam.
Lebih lanjut, Andre mengingatkan bahwa perbaikan diri tidak hanya terkait dengan kesalahan yang kita lakukan kepada orang lain, tetapi juga bagaimana kita bersikap saat orang lain menyakiti kita. Dalam hal ini, Ramadan menjadi ujian bagi kesabaran dan kelapangan hati.
“Kalau kita bisa memaafkan, maka kita sedang naik tingkat menuju manusia yang lebih baik. Islam tidak mengajarkan dendam, tapi justru mengajarkan pemaafan,” jelasnya.
Mengampuni adalah proses spiritual yang dalam. Dengan memberi maaf, kita sebenarnya sedang melepaskan beban emosional yang mengikat dan meracuni jiwa. Ramadan adalah waktu terbaik untuk mempraktikkan sikap ini.
Masjid Agung Babussalam Sabang menjadi tujuan masyarakat Sabang untuk beribadah dan pusat keramaian saat bulan puasa
Andre mengibaratkan orang yang menyimpan dendam seperti mengayuh sepeda sambil menarik rem. Meskipun roda bergerak, kemajuan akan tersendat dan akhirnya membuat lelah dan frustrasi. Begitu pula hidup yang dipenuhi kebencian.
“Kalau kita tidak membuka pintu maaf, sebagian energi kehidupan kita akan terjebak dalam kebencian dan kemarahan,” katanya.
Dengan berpuasa, umat Islam sejatinya sedang dilatih untuk mengendalikan segala bentuk dorongan negatif, menahan amarah, dan belajar memahami serta memaafkan orang lain. Itulah esensi takwa yang sejati.
Berpuasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk larangan Allah SWT, seperti berbohong, bergosip, berkata kasar, hingga berperilaku tidak adil.
Andre menjelaskan bahwa orang yang benar-benar berpuasa dengan niat ikhlas akan secara otomatis meninggalkan hal-hal buruk karena sadar bahwa Allah Maha Mengetahui.
“Seseorang yang berpuasa bisa saja melakukan kesenangan duniawi, tapi ia memilih untuk tidak melakukannya karena tahu Allah melihatnya,” ujarnya.
Dalam kondisi inilah, nilai takwa benar-benar terwujud. Ketakwaan yang tidak hanya ada di dalam hati atau ucapan, tapi tercermin nyata dalam perilaku dan keputusan hidup sehari-hari.
Transformasi adalah kata kunci yang sering hilang dari diskusi tentang Ramadan. Padahal, bulan suci ini bukan hanya momen spiritual, tetapi juga kesempatan untuk merombak kebiasaan, membentuk karakter baru, dan memperkuat ikatan sosial.
Suasana sholat Jum'at di Masjid Agung Babussalam Sabang
Andre menekankan pentingnya menjadikan Ramadan sebagai titik balik bagi kehidupan yang lebih bermakna.
“Ini saatnya kita memperbaiki diri, membangun kembali hubungan dengan Allah dan sesama, dan meninggalkan kebiasaan buruk,” serunya.
Ramadan juga menjadi waktu di mana kepedulian sosial harus ditingkatkan. Dalam Islam, ibadah tidak hanya bersifat vertikal (habluminallah) tetapi juga horizontal (habluminannas). Memberi makan orang berbuka, berbagi rezeki, dan membantu sesama adalah wujud nyata dari ketakwaan yang sejati.
“Orang yang bertakwa bukan hanya rajin ibadah, tapi juga peduli pada sesama,” katanya.
Andre mengajak masyarakat Sabang untuk
menjadikan Ramadan ini sebagai momen memperkuat solidaritas dan menjalin
silaturahmi, terutama di tengah kondisi sosial yang menuntut kepedulian
bersama.
Dalam penutupnya, Andre Nourman berharap agar Ramadan tahun ini membawa keberkahan bagi seluruh warga Sabang. Ia optimistis, dengan semangat perbaikan diri dan peningkatan ketakwaan, masyarakat Sabang akan semakin kuat, harmonis, dan religius.
“Mudah-mudahan selama kita menjalankan ibadah puasa, kita mendapatkan keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal Alamin,” tutupnya.
Ramadan bukan sekadar bulan yang datang dan pergi setiap tahun. Ia adalah undangan ilahi untuk merenung, mengubah, dan memperbaiki. Setiap detik di dalamnya adalah peluang untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan lebih berguna bagi sesama.
Masyarakat Sabang dan umat Islam di mana pun berada, memiliki kesempatan emas untuk memanfaatkan bulan penuh rahmat ini. Seperti yang ditekankan Andre Nourman, perubahan dimulai dari diri sendiri, dengan niat yang tulus, usaha yang sungguh-sungguh, dan hati yang terbuka untuk menerima kebaikan.
Ramadan adalah tentang bagaimana kita
belajar untuk menahan, merenung, dan melangkah menuju versi terbaik dari diri
kita sendiri. Maka, mari jadikan Ramadan 1446 H ini sebagai tonggak
transformasi menuju insan bertakwa.[ADV]
Komentar0